MANAJEMEN RISIKO
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, Perseroan menghadapi beberapa risiko usaha seperti persaingan, ketersediaan bahan baku dan likuiditas keuangan yang dapat dikendalikan oleh Perseroan serta sejumlah risiko yang tidak dapat dikendalikan oleh Perseroan antara lain bencana alam, nilai tukar mata uang asing terhadap Rupiah, kebijakan-kebijakan pemerintah baik kebijakan moneter maupun non moneter dan kondisi perekonomian domestik dan global
Meskipun pada tahun 2020 terjadi pandemi Covid-19 yang membawa Indonesia ke jurang resesi ekonomi, manajemen risiko untuk risiko usaha yang mampu dikendalikan Perseroan masih menunjukkan efektivitasnya dimana pada tahun 2020 Perseroan tidak mengalami kesulitan untuk memperoleh bahan baku, tidak mengalami kesulitan likuiditas dan mampu membuka pasar baru untuk mengganti pasar yang terpuruk karena merosotnya daya beli masyarakat. Oleh karena itu, Perseroan berhasil mencegah turunnya penjualan bersih secara drastis akibat resesi ekonomi, berhasil meningkatkan laba komprehensif tahun berjalan serta bisa mendanai pengeluaran modalnya (capital expenditure) dengan menggunakan kas internal.
RISIKO USAHA
-
Persaingan
Pada tahun 2020, terdapat 89 pabrik kertas dan pulp di Indonesia dengan total kapasitas terpasang industri kertas sekitar 17,9 juta MT per tahun, dengan tingkat utilitas rata-rata pada tahun 2020 mencapai 75% per tahun. Selama pandemi Covid-19 berlangsung, permintaan atas produk kertas di dalam negeri menurun drastis karena dampaknya yang melemahkan daya beli masyarakat, sehingga tingkat persaingan untuk memperebutkan pasar yang semakin kecil menjadi makin ketat
Berdasarkan besarnya kapasitas produksi terpasang industri kertas tersebut, Perseroan hanya mewakili sebesar 1,4%. Namun dengan mengandalkan fleksibilitas mesin-mesin produksi Perseroan dan memposisikan sebagai pemain celah (niche player), pada tahun 2020, Perseroan berhasil menahan laju penurunan penjualan bersih dan realisasi produksinya sehingga mencapai utilisasi sebesar 79%.
-
Bahan Baku
Luasnya pembangunan hutan tanaman industri untuk pulp di Indonesia masih mencukupi kebutuhan kayu sebagai bahan baku produksi pulp. Sementara itu iklim tropis di Indonesia memungkinkan panen tanaman bahan baku pulp 3 - 4 kali lebih cepat daripada di negara-negara yang bermusim dingin sehingga dapat menjamin lancarnya pasokan pulp di dalam negeri. Sedangkan, untuk bahan baku kertas bekas, data APKI menunjukkan bahwa sekitar 60% sampai 70% dari total produksi kertas nasional dialokasikan untuk memenuhi pasar dalam negeri sehingga sisa kertas bekas cukup besar dan dapat dimanfaatkan kembali oleh industri kertas.
Sebaliknya, selama tahun 2020, pasokan kertas daur ulang impor yang menopang sekitar 50% dari kebutuhan bahan baku pabrik kertas, mengalami penurunan cukup signifikan disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang terjadi secara global dan ketatnya regulasi pemerintah mengenai kertas bekas impor. Begitu pula dengan pasokan pulp impor yang mengalami penurunan karena ketatnya aturan karantina yang diterapkan selama pandemi.
Dengan tingkat pemanfaatan kembali kertas bekas (waste paper recovery rate) di Indonesia yang sudah melampaui 70% serta didukung oleh beroperasinya secara penuh tiga mesin De-inking Pulp nya, Perseroan terus melakukan pengembangan yang berkelanjutan terhadap porsi pemakaian bahan baku kertas bekas agar terus meningkat agar dapat meminimalkan risiko langkanya bahan baku, terutama bahan baku pulp. -
Likuiditas Perseroan
Pada tahun 2020, akibat resesi ekonomi, pertumbuhan kredit perbankan nasional mengalami kontraksi 2,41% jauh lebih buruk dari capaian pertumbuhan kredit 2019 yang mencapai 6,08%. Meskipun rasio kecukupan modal perbankan di akhir tahun 2020 berada di posisi aman sebesar 23,78%, namun rasio intermediasi (Loan to Deposit Ratio / LDR) turun 10,8% dibandingkan LDR tahun 2019 menjadi sebesar 82,8% sedangkan rasio Non Performing Loan (NPL) mencapai 3,06% atau mengalami kenaikan dibandingkan NPL tahun 2019 yang sebesar 2,53%. Indikator-indikator tersebut menunjukkan bahwa selama tahun 2020 perbankan nasional menghadapi kesulitan untuk mendorong pertumbuhan kreditnya.
Melemahnya Rupiah, tingginya suku bunga dan tersendatnya fungsi intermediasi perbankan dapat menyebabkan risiko kekurangan likuiditas bagi Perseroan, terutama untuk menutup kebutuhan pendanaan sehubungan dengan adanya tambahan modal kerja untuk menopang kenaikan produksi dari investasi mesin kertas baru. Oleh karena itu, dengan dukungan bank rekanan yang lebih dari 30 tahun dan manajemen arus kas yang ketat, Perseroan mampu membiayai kebutuhan modal kerjanya secara mandiri (self-financing), bahkan pada tahun 2020 Perseroan mampu mendanai pengeluaran modalnya (capital expenditure) dengan menggunakan kas intern sebesar lebih kurang Rp 297,9 miliar
-
Perubahan Nilai Tukar Mata Uang Asing
Risiko perubahan nilai tukar Dolar AS tidak dapat dihindari, karena Perseroan masih memiliki utang bank untuk modal kerja dan pinjaman jangka panjang dalam Dolar AS. Pinjaman modal kerja tersebut masih diperlukan oleh Perseroan karena pada tahun 2020 Perseroan masih mengimpor bahan baku dan bahan pembantu dengan kuantitas masing-masing sebesar 14,9% dan 2,4% dari jumlah kuantitas pembelian bahan baku dan pembantu. Oleh karena itu fluktuasi Rupiah terhadap Dolar AS akan menimbulkan risiko usaha yang cukup tinggi bagi Perseroan. Untuk meminimalkan risiko tersebut, Perseroan tetap konsisten menerapkan strategi commercial hedging yaitu berupaya memperoleh hasil penjualan ekspor dalam Dolar AS yang setara dengan kebutuhan impor Perseroan setiap tahunnya serta berupaya mengurangi porsi pembelian impornya dan menggantinya dengan kandungan lokal.

PT Suparma, Tbk merupakan perusahaan kertas terkemuka yang berfokus pada pembuatan kertas dengan mutu handal dan kualitas tinggi.
© 2025 PT Suparma, Tbk. Hak cipta dilindungi Undang-undang. | Kebijakan Privasi | Peta Situs | Disclaimer




